Informasi yang kamu cari

Rabu, 24 Desember 2014

cINTA dALAM tASAWUF

MUQADIMAH

Mahasuci dzat yang telah membolak-balikan hati di atas hamparan cinta sesuai dengan kehendak-Nya dan untuk apa yang dikehendaki-Nya dengan qudrahNya. Yang telah mengeluarkan dengan cinta sesuatu yang karenanya setiap makhluk diciptakan dengan hikmah-Nya. Yang telah menjadikan cinta beraneka ragam di antara para makhluk-Nya, dan memetakannya di antara mereka, hingga setiap orang yang dicintai menjadi bagian dari orang yang mencintainya, baik ia mencintainya dengan benar atau salah.
Kemudian Allah membagi cinta, ada orang yang mencintai Allah, Arrahman, ada orang yang mencintai berhala, api, lencana salib, tanah air, saudara, perempuan, anak-anak, kekayaan-dinar dan dirham, mencintai iman, syair nyanyian dan Al-quran.
Dengan cinta dan untuk cinta langit dan bumi diciptakan, semua makhluk diciptakan diatas fitrah cinta , karenanya semua galaksi memutari poros rotasinya, dengannya semua gerak aktifitas bisa mencapai tujuannya, titik permulaanya bertemu dengan titik akhirnya. Dengan cinta jiwa ini mencapai keinginannya, mendapatkan kebutuhannya, selamat dari jurang kehancurannya, dan meniti jalan menuju Tuhannya, serta memberikan harapan dan cita-cita kepada orang lain.
Dengan cinta jiwa bias meraih keindahan hidup, mengecap nikmatnya iman tatkala ia ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad SAW sebagai Rasul yang diutus Allah ketika masa kekosongan risalah. Dengannya Allah memberikan hidayah menuju jalan yang paling lurus dan terang, mewajibkan hambanya untuk mencintai dan mentaatinya, menghormati dan menunaikan hak-haknya. Allah juga menutup semua jalan menuju surge hingga tidak dibukakan pintu surge bagi seorangpun kecuali melalui jalannya.
Tidaklah berambisi untuk mendapat pahala besar dan keselamatan dari siksaan yang bertubi-tubi, kecuali orang-orang yang melangkah dibelakang Rasulullah SAW dan tidaklah seorang hamba beriman dengan sempurna hingga Nabi SAW  lebih ia cintai dibandingkan diri, anak, orang tuanya, dan seluruh manusia.[1]
Salawat serta salam senantiasa tercurah untukmu wahai utuusan Allah, pembawa risalah dan uswatun hasanah terbaik sepanjang zaman.
Amma ba’du
Cinta ibarat kepala, sedangkan takut dan harap adalah harap. Seorang hamba akan mampu berjalan menuju Allah SWT dengan bekal cinta, rasa takut, dan harap.
Cinta kepada Allah adalah nutrisi hati dan energy jiwa, penyejuk pandangan dan kebahagiaan nurani, ia adalah cahaya akal dan pelipur lara batin, ia adalah dermaga akhir dari semua kapal pengharapan dan angan-angan dan ia menjadi ruh kehidupan dan kehidupan ruh.
Ia adalah kehidupan
Siapa yang menghilangkan maka ia termasuk orang mati
Ia cahaya,
Siapa yang kehilangan sinarnya, maka ia berada dalam kegelapan samudra
Ia obat,
Siapa yang tidak menelannya,
Maka hatinya akan digerogoti beragam penyakit
Ia kenikmatan
Siapa yang tidak memperolehny
Maka seluruh kehidupannya adalah kegelisahan dan derita
Ia adalah ruhnya iman amal dan akhlaq
Ketika ia terlepas darinya
Maka seperti jasad tanpa jiwa
Sungguh hamba yang mencintai Allah memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat. Karena kebersamaan dengan kekasihnya adalah kesempatan terbaik. Sungguh alangkah agungnya nikmat ini bagi para pecinta. (Ibnu Al-Qayyim)[2]
BAB I
PENGERTIAN MAHABBAH

A.    PENGERTIAN UMUM
Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabbatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam atau kecintaan atau cinta yang mendalam. Dalam mu’jam al-falasafi, jamil shaliba mengatakan mahabbah adalah lawan dari al-baghd (benci). Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang. Selain itu al-Mahabbah dapat pula berarti kecendrungan pada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan memperoleh kebutuhan yang bersifat material maupun sepiritual, mahabbah pada tingkat selanjutnya dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari seseorang untuk mencapai tingkat ruhaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang mutlak, yaitu cinta pada Tuhan.[3]
Sementara menurut al-munajjid, mahabbah berasal dari kata Al-hubb, ada yang mengatakan mahabbah berasal dari kata “shafa” yang berarti bening dan bersih, pendapat lain mengatakan ia berasal dari kata “al-Habab” (air yang meluap setelah turun hujan lebat). Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa mahabbah adalah luapan dan gejolak hati saat dirundung hasrat untuk bertemu dengan sang kekasih.
Pendapat lain mengatakan mahabbah berasal dari kata Al-Habbu, artinya inti sesuatu, biji pohon dan asal muasalnya. Sementara ada yang berpendapat mahabbah adalah habbatul qulub (buah hati), karena cinta itu bias sampai kebuah hatinya.[4]
Sedangkan hasil penelitian modern menyebutkan: rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com)[5].
B.     PENGERTIAN KHUSUS (PENGERTIAN PARA SUFI)
Kata mahabbah selanjutnya digunakan untuk menunjukan pada sesuatu paham atau aliran dalam tasawuf. Dalam hubungan ini mahabbah objeknya lebih ditujukan pada Tuhan. Pengertian mahabbah dari segi tasawuf ini lebih lanjut dikemukakan oleh al-Qusyairi sebagai berikut:
al-mahabbah adalah merupakan hal (keadaan jiwa) yang mulia yang bentuknya adalah disaksikannya (kemutlakan) Allah SWT, oleh hamba , selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan pada hamba yang mencintai Allah SWT.’[6]

Imam Ibn Al-Qayyim dalam Thibul Qulub menyebutkan tak kurang dari empat belas definisi yang berbeda mengenai arti mahabbah. Diantaranya yang paling beliau unggulkan adalah definisi yang di ungkapkan oleh al-junaidi:
“mahabbah yaitu seorang hamba meninggalkan jiwanya, bersambung dengan dzikir kepada Rabb-Nya, mendirikan hak-hak-Nya. Dia melihat kepada-Nya dengan hatinya. Hatinya membakar cahaya haibah, minumannya bersih dari cawan cintanya. Maka dzat yang maha perkasa membukakan tabir keghaiban untuknya. Jika dia bicara maka dia berbicara dengan Allah, jika dia berkata, maka dia berkata-kata tentang Allah SWT, jika dia bergerak maka bergerak dengan perintah Allah. Jika dia diam, maka dia diam bersama Allah. Maka dia selalu dengan Allah, untuk Allah dan dengan Allah.”

Begitu banyak definisi tentang cinta, namun demikian menurut ibn al-Qayyim mahabbah itu tidak dapat didefinisikan dengan jelas dan terang. Definisi-definisi tentang cinta tidak menambah jelas makna cinta, tapi malah menambah buram dan kering. Jadi sebetulnya cinta adalah keberadaan cinta itu sendiri, dan cinta itu tidak bias digambarkan dengan kata yang lain yang lebih jelaqs dari pada cinta itu sendiri (love is love). Sedang definisi-definisi yang telah disebutkan adalah sebab-sebab, konsekuensi-konsekuensi, dan tanda-tanda dari cinta saja.[7]


BAB II
TINGKATAN CINTA
Bila dilihat dari objeknya, tentu akan kita dapati dua jenis cinta, yaitu cinta pada Allah pemilik sekalian alam, dan cinta pada selain-Nya (harta, keluarga, wanita, jabatan, anak, dsb.). Rasulullah SAW bersabda:  “Ditumbuhkan kesenangan pada diriku dari dunia berupa wewangian dan wanita (istri)[8].
Sedangkan Ibn Al-Qayyim Al-jauziyyah membagi cinta dalam beberapa tingkatan dilihat dari faktor sebab dan tujuan (fungsi) adanya cinta tersebut, sebagai berikut:
1.      Cinta Yang Bisa Menepis Bisikan Setan (was was)
Cinta yang kokoh bisa menepis sikap keraguan hati antara yang dicintai dengan selain-Nya , yang dapat menimbulkan rasa was-was. Alangkah mustahilnya seseorang yang memiliki cinta murni menuruti bisikan orang lain, karena hatinya telah terlena dihadapan kekasihnya. Rasa was-was hanyalah dimiliki orang yang lalai dan berpaling dari Allah. Pada tingkatan cinta yang pertama ini selain dapat menepis rasa was-was, pemiliknya akan bisa merasakan nikmatnya pengabdian dan menjadi pelipur lara ketika terjadi musibah.
2.      Cinta Yang Bisa Mengutamakan Yang Hak
Derajat yang kedua, cinta yang membangkitkan sikap mengutamakan yang haq di atas yang lain, menggerakan lisan untuk menyebutkan-Nya dan mengikat hati dengan kesaksiannya. Mahabbah ini  muncul dari hasil penelaahan terhadapsifat-sifat Allah, dari perenungan dari ayat-ayatNya, juga dari ketertundukan kepada kedudukan.
3.      Cinta Yang Merenggut Hati
Secara garis besar cinta ini adalah cinta yang merenggut hati semua pecinta, karena keelokan Dzat atau orang yang dicintainya, cinta seperti ini menolak adanya isyarat (tidak bisa menerima isyarat dan ibarat) dan tidak bias selesai dengan pemberian sifat.
                        Poros semua urusan yang menuju Allah terletak pada tingkatan cinta yang ketiga. Hal itu karena ia terbebas dari campuran noda, penyakit, dan tujuan-tujuan tertentu, hanya pemilik cinta itulah yang diinginkan dan menjadi sasaran utama. (pada tingkat ini, embel-embel pahala, surga atau neraka sudah tidak memotivasi). Tingkatan cinta yang ketiga ini  merupakan kutub semua derajat, diserukan oleh semua lisan, diakui oleh semua tabiat dan diwajibkan oleh akal sehat.[9]

BAB III
TANGGA MENUJU MAHABBATULLAH
A.    JALAN MENUJU MAHABBATULLAH
Menurut Al-Qusyairi, dalam diri manusia ada tiga alat yang dapat dipergunakan untuk berhubungan dengan Tuhan. Pertama, al-qalb (اﻠﻗﻠﺏ) hati sanubari, sebagai alat untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan, kedua, roh (اﻠﺭﻭﺡ) sebagai alat untuk mencintai Tuhan, ketiga, sir (ﺴﺭ) yaitu alat untuk melihat Tuhan.
Dengan keterangan tersebut dapat diketahui bahwa alat untuk mencintai Tuhan adalah ruh, yaitu roh yang sudah dibersihkan dari dosa dan maksiat, serta dikosongkan dari kecintaan kepada segala sesuatu, melainkan hanya diisi oleh cinta kepada Tuhan.[10]
Sedangkan tangga menuju mahabbatullah diantaranya:
1.      Membaca Al-quran dengan merenungi dan memahami makna dan maksudnya.
Ÿxsùr& tbr㍭/ytGtƒ šc#uäöà)ø9$# ôQr& 4n?tã A>qè=è% !$ygä9$xÿø%r& ÇËÍÈ

 Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS 47:24)
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£uÏj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.xtFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ

29.  Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.( QS 38:29)

2.      Melakukan amal sunnah setelah amal wajib.
ö@è% bÎ) óOçFZä. tbq7Åsè? ©!$# ÏRqãèÎ7¨?$$sù ãNä3ö7Î6ósムª!$# öÏÿøótƒur ö/ä3s9 ö/ä3t/qçRèŒ 3 ª!$#ur Öqàÿxî ÒOÏm§ ÇÌÊÈ
31.  Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(QS. 3:31)
3.      Memperbanyak zikrullah dengan lisan, hati dan perbuatan, dimana dzikrullah adalah seebab terbesar yang menyampaikan seorang hamba untuk meraih mahabbatullah.
(#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.(QS.  62:10)
4.      Mengutamakan cinta kepada Allah dari diri ketika mendapat tekanan hawa nafsu.
5.      Mengakui kebaikan karunia dan nikmat Allah SWT. baik yang lahir maupun batin.
( ª!$$sù îŽöyz $ZàÏÿ»ym ( uqèdur ãNymör& tûüÏH¿qº§9$# ÇÏÍÈ
Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan dia adalah Maha Penyanyang diantara para penyanyang.(QS. 12:64)
ö@è% `tB Nà2àsn=õ3tƒ È@øŠ©9$$Î/ Í$yg¨Y9$#ur z`ÏB Ç`»uH÷q§9$# 3 ö@t/ öNèd `tã ̍ò2ÏŒ OÎgÎn/u šcqàÊ̍÷èB ÇÍËÈ

42.  Katakanlah: "Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari dari (azab Allah) yang Maha Pemurah?" Sebenarnya mereka adalah orang-orang yang berpaling dari mengingati Tuhan mereka.(QS. 21:42)
6.      Menelaah dan melatih hati mengenal nama dan sifat Allah SWT.
7.      Pasrah tunduk dan merasa butuh kepada Allah SWT.
8.      Menyendiri dengan Allah SWT  disaat Dia turun kelangit dunia untuk bermunajat kepada-Nya.
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ

9.       (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. 39:9)
Imam Al-ghazali rahimahullahu taala mengatakan barangsiapa mengakui tiga hal tanpa melakukan tiga hal maka ia adalah pembohong, 1) barang siapa mengaku cinta surga, namun tidak beramal dengan taat, maka ia pembohong. 2) barang siapa yang mengaku takut pada neraka dan ia tidak meninggalkan maksiat , itupun pembohong 3) barangsiapa yang mengaku cinta terhadap Allah, sementara ia selalu resah akan siksaNya, maka dia adalah pembohong.[11]

B.     BEBERAPA KONDISI YANG DICINTAI ALLAH SWT
1.      Berbuat baik. (QS. 2:195)
2.      Menjaga kebersihan lahir batin (QS.2:222)
3.      Sabar (QS.3:146)
4.      Tawakal (QS, 3:159)
5.      Mencintai sesama mukmin dan bersikap tegas terhadap musuh (QS. 5:54)
6.      Bertaqwa
7.      Berlaku adil
8.      Berjuang membela agama Allah dengan semangat persatuan
9.      Menyembunyikan amal kebaikan.
10.  Tidak haus harta dan jabatan
11.  Mempergunakan nikmat Allah dengan sebaik-baiknya
12.  Mencintai dan membenci karena Allah
13.  Menjadi hamba yang bermanfaat dan senantiasa membantu ornag lain
14.  Membaca surat-surat pilihan
15.  Berbudi pekerti luhur dan mulia, Rasulullah SAW ketika ditanya,” siapakah hamba yang paling dicintai Allah?”, beliau menjawab ,”Yang paling baik akhlaqnya.”  (HR Thabrani)


BAB IV
PENUTUP

Sesungguhnya mahabatillah ini haruslah menjadi ruh dari akhlaq kita, agar tercapai akhlaq al- karimah, akhlaq yang di ridhai Allah, akhlaqnya para rasulullah.
 Lihatlah orang yang akhlaqnya tidak dilandasi kecintaan pada Rabbnya, mulutnya mengaku beriman sedangkan pandangannya pada keindahan dunia yang melalaikan tidak dapat ia tundukan, sedangkan pandangan ini akan melahirkan cinta. Maka mulailah pertautan pandangan turun ke hati yang membuat hati tertarik pada sesuatu yang dipandangnya, lalu ia menguat dan menjadi kerinduan yang meluap-luap yang membuat hati lebur seluruhnya ke dalamnya. Lalu ia semakin kuat hingga menjadikan hati bergelora sehingga membuat hati tertawan oleh yang dicintai dan tidak dapat terpisahkan darinya. Kemudian ia pun menjadi penyakit al-Isyq (cinta buta), kemudian menguat menjadi mabuk cinta (saghaf), kemudian menguat, lalu berubah menjadi tatayyum (penghambaan), sehingga hati menjadi hamba untuk seseorang (sesuatu) yang tidak layak memiliki hamba. Sedangkan ia sendiri tidak menghamba pada Allah, (bukankah ini serupa dengan kesyirikan?).
Lalu bolehkah kita cinta pada hal-hal duniawi? Tentu boleh karena dalam satu hadits Nabi SAW mengatakan bahwa beliau juga mencintai wangi-wangian dan wanita (istri) namun cintanya beliau tak melebihi cintanya pada Allah SWT (mahabbatillah), karena itu boleh seseorang mencintai sesuatu dari dunia ini asal tidak haram dan tidak membuat kita lalai dari penghambaan pada Allah SWT. Mencintai istri atau suami, bertanam, wewangian, dan makanan-makanan tertentu adalah cinta yang wajar dan manusiawi. Tetapi ketika cinta ini berlebihan dan mengungguli mahabbatullah maka model mahabbah ini termasuk maksiat dan dilarang.
Intinya tetaplah jadikan hati sebagai rumah yang indah dan tuan rumahnya adalah mahabbatillah (cinta pada Allah), cinta-cinta yang lain boleh datang dan singgah, tapi janganlah cinta-cinta itu engkau jadikan tuan rumah dalam hatimu, cukuplah Allah sebagai pelipur lara, penyejuk mata dan hiasan jiwa, dunia hanya pelengkap saja, sekedar alat tuk meraih cinta_Nya. Tiada yang lebih indah, mulia dan utama selain mahabbatillah, jangan biarkan cinta-cinta yang buta merendahkan_Nya dan mengusirNya dari dalam taman-taman hati. Tentu kita malu jikalau kita berjumpa dengan-Nya dalam indahnya kematian, sedang hati kita dipenuhi oleh perselingkuhan dengan selain-Nya. Jadikanlah mahabbatillah ini sebagai dasar dari cinta-cinta yang lain, agar cinta yang lain dapat mengikuti keabadian, ketulusan,dan ketenangannya. Dari hidup yang fana hingga ke hidup yang abadi. Wallahu a’lam

DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. Akhlak Tasawuf. (Jakarta:Rajawali Pers).1997. cet. II
Al-jauziyah, Ibnu Qayim. Obat Hati. pent.Tajuddin MA,(Jakarta:Darul Haq). 2007.cet. I
Al-Munajjid, M. shalih. Jagalah Hati Raih Ketenangan. (Jakarta: Cakrawala Publishing). 2006.cet. I
Muhammad Arifin Badri, M.A., artikel dipostkan pada http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/cinta-sejati-dalam-islam.html
Imam Al-ghazali. Mukasyafatulqulub , terj. Fatihudin Abul yasin. (Surabaya:Terbit Terang). tt


[1]  Ibn Qayim Al-jauziyah, Obat Hati, pent.Tajuddin MA,(Jakarta:Darul Haq), 2007,cet. I,h. 368
[2] M. shalih Al-munajid, Jagalah Hati Raih Ketenangan, (Jakarta: Cakrawala Publishing),2006,cet. I, hal 319-320
[3] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta:Rajawali Pers),1997, cet. II, hal. 207-208
[4] M. shalih Al-munajid,________________hal. 320
[5] Muhammad Arifin Badri, M.A., artikel dipostkan pada http://muslimah.or.id/akhlak-dan-nasehat/cinta-sejati-dalam-islam.html
[6] Abuddin Nata,_________________h. 208
[7] Ibnu Qayim Al-jauziyah, Obat Hati, pent.Tajuddin MA,(Jakarta:Darul Haq), 2007,cet. I,h. 351-355
[8] M. shalih Al-munajid,________________h. 350
[9] Ibnu Qayim Al-jauziyah,__________________h. 396
[10] Abuddin Nata,_________________h. 212
[11] Imam Al-ghazali, Mukasyafatulqulub , terj. Fatihudin Abul yasin, (Surabaya:Terbit Terang), tt, h. 47