Karim masih duduk terdiam di depan kamar kosnya. Pandangannya nanar tanpa makna. Sesekali dilihatnya burung di kandang yang beberapa hari lalu ia beli. "Suntuk sekali hari ini", keluh hatinya. Terpikir juga olehnya andai ia pedagang, mungkin sekarang ia sedang mnghitung sudah berapa laba yang masuk kantong. Atau andai dia begal motor, tentu ia sedang merencanakan aksi untuk malam ini bersama teman-temannya. Aah, jadi pengangguran memang tidak enak. Keluhnya.
Suara azan yang membelah langit tak mampu juga memecah lamunannya. Pemuda 24 tahun itu terus menatapi pohon-pohon yang ribut di terpa angin. Sementara burung di kandang menatapnya heran. Mungkin si burung merasa lebih beruntung. Dikasih makan, dimandikan, diperhatikan oleh si Karim. Sementara si Karim sendiri? Boro-boro ada yang perhatian.
Begitulah hidupnya. Apa adanya, tanpa rekayasa. Hidup di Indonesia memang harus sabar. Apalagi buat pemalas dan ahli gengsi.
Karim terhenti dari lamunannya, matanya sekonyong-konyong menatap sajadah bekas temannya solat. Ah, dari pada melamun tanpa arti lebih baik aku solat. Setidaknya kalau aku tak sukses di dunia, tapi akhiratku terjaga. Pikirnya. Diapun segera berwudhu, ah segarnya air wudhu langsung naik ke kepalanya. Adem. Ayem terasa sampai ke hati. Sementara waktu terus berlalu, tanpa perduli dengan orang-orang yang malas atau rajin. Tanpa mau tau engkau sedang ibadah atau maksiat. Tanpa mengiba pada si miskin yang masih lapar. Dia hanya mau berhenti bila Tuhan telah bersabda. Setidaknya Karim masih bersyukur, punya waktu leluasa untuk solat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar