Ketika
Ia Hidup
Karl Raimund Popper lahir di Wina
tanggal 28 Juli 1902. Ayahnya Dr. Simon Siegmund Carl Popper adalah seorang
pengacara yang sangat berminat pada filsafat. Maka tidak mengherankan bila ia
begitu tertarik dengan dunia filsafat, karena ayahnya telah mengkoleksi
buku-buku karya filusuf-filusuf ternama.
Pada usia 16 tahun ia keluar dari
sekolahnya, Realgymnasium, dengan alasan Ia bosan dengan pelajaran disana maka
ia menjadi pendengar bebas di Universitas Wina dan baru pada tahun 1922 ia
diterima sebagai mahasiswa disama.
Setelah perang dunia I dimana begitu
banyak penindasan dan pembunuhan maka Popper terdorong untuk menulis sebuah
karangan tentang kebebasan. Dan diusia 17 tahun ia menjadi anti Marxis karena
kekecewaannya pada pendapat yang menghalalkan “segala cara” dalam melakukan
revolusi termasuk pengorbanan jiwa. Dimana pada saat itu terjadi pembantaian
pemuda yang beraliran sosialis dan komunis dan banyak dari teman-temannya yang
terbunuh. Dan sejak saat itu ia menarik suatu kebijaksanaan yang diungkapkan
oleh Socrates yaitu “Saya tahu bahwa saya tidak tahu”, dan dari sini ia
menyadari dengan sungguh-sungguh perbedaan antara pemikiran dogmatis dan
kritis.
Salah satu peristiwa yang mempengaruhi
perkembangan intelektual Popper dalam filsafatnya adalah dengan tumbangnya
teaori Newton dengan munculnya Teori tentang gaya berat dan kosmologi baru yang
gikemukakan oleh Einstein. Dimana Popper terkesan dengan ungkapan Einstein yang
mengatakan bahwa teorinya tak dapat dipertahankan kalau gagal dalm tes
tertentu, dan ini sangat berlainan sekali dengan sikap kaum Marxis yang
dogmatis dan selalu mencari verifikasi terhadap teori-teori kesayangannya.
Dari peristiwa ini Popper
menyimpulkan bahwa sikap ilmiah adalah sikap kritis yang tidak mencari
pembenaran-pembenaran melainkan tes yang crucial berupa pengujian yang
dapat menyangkal teori yang diujinya, meskipun tak pernah dapat meneguhkannya.
Tokoh lain yang cukup berpengaruh
pada Popper yang berkaitan dengan perkembangan pemikiran filsafatnya adalah
Karl Buhler, seorang profesor psikologi di Universitas Wina. Buhler
memperkenalkan pada Popper tentang 3 tingkatan fungsi bahasa, yaitu fungsi
ekspresif, fungsi stimulatif, dan fungsi deskriptif. Dua fungsi pertama selalu
hadir pada bahasa manusia dan binatang sedangkan fungsi ketiga khas pada bahasa
manusia dan bahkan tidak selalu hadir. Dan pada perkembangannya Popper
menambahkan fungsi keempat yaitu fungsi argumentatif, yang dianggapnya
terpenting karena merupakan basis pemikiran kritis.
Dalam perkembangan selanjutnya ia
banyak menulis buku-buku yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
epistemologi, dan sampai pada bukunya yang berjudul Logik der Forschung,
ia mengatakan bahwa pengetahuan tumbuh lewat percobaan dan pembuangan
kesalahan. Dan terus berkembang sampai karyanya yang berjudul The Open
Society and Its Enemies, dalam karyanya ini Popper mengungkapkan bahwa arti
terbaik “akal” dan “masuk akal” adalah keterbukaan terhadap kritik – kesediaan
untuk dikritik dan keinginan untuk mengkritik diri sendiri.
Dari sini Popper menarik kesimpulan
bahwa menghadapkan teori-teori pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya adalan satu-satunya cara yang tepat untuk mengujinya dan juga
satu-satunya cara yang menungkinkan ilmu pengetahuan bisa berkembang terus
menerus. Dan dengan adanya kemungkinan untuk menguji teori tentang
ketidakbenarannya berarti teori itu terbuka untuk di kritik dan ia memunculkan
apa yang dinamakan Rasionalisme kritis. Demikianlah sekelumit kehidupan Karl
Raimund Popper yang mengakhiri hidupnya pada tahun 1994.
Karya-karyanya
1. Logik der Forschung tahun
1934
2. The Open Society and Its
Enemies I, II; The Poverty of Historicism tahun 1957
3. The Logic of Scientific
Discovery tahun 1959
4. Conjectures and Refutations:
the Growth of Scientific Knowledge tahun 1963
5. Objective Knowledge, an
Evolutionary Approach tahun 1972
6. The Philosophy of Karl Popper tahun
1974
Kritiknya
terhadap Positivisme Logis
Asumsi pokok teorinya adalah satu teori
harus diji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan
ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu pengetahuan baru ini
sebagai penolakannya atas positivisme logis yang beranggapan bahwa pengetahuan
ilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi pengalaman atau fakta
nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut positivisme logis
tugas filsafat ilmu pengetahuan adalah menanamkan dasar untuk ilmu pengetahuan.
Hal yang dikritik oleh Popper pada
Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia berpendapat bahwa Induksi
tidak lain hanya khayalan belaka, dan mustahil dapat menghasilkan pengetahuan
ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan
pengetahuan ilmiah yang berlaku dan benar, untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan logika, namun jenis penalaran yang dipakai oleh positivisme logis
adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis penalaran ini tidak mungkin
menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena elemahan yang
bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan, dimana dari
premis-premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan
atau generalisasi yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya
agar pengetahuan itu dapat berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus
dipakai adalah penalaran deduktif.
Penolakan lainnya adalah tentang
Fakta Keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang berdiri sendiri dan
terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait
dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu.
Dengan demikian pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk
membangun teori dalam positivisme logis tidak pernah bisa dikatakab benar
secara mutlak.
Pemikirannya
: Asas Falsifiabilitas
Menurut Popper teori yang melatar
belakangi fakta-fakta pengamatan adalah titik permulaan ilmu pengetahuan dan
teori diciptakan manusia sebagai jawaban atas masalah pengetahuan tertentu
berdasarkan rasionya sehingga teori tidak lain hanyalah pendugaan dan pengiraan
dan tidak pernah benar secara mutlak sehingga perlu dilakukan pengujian yang
secermat-cermatnya agar diketahuan ketidakbenarannya.
Ilmu pengetahuan hanya dapat
berkembang apabila teori yang diciptakannya itu berhasil ditentukan
ketidakbenarannya. Dan Popper mengganti istilah verifikasi dengan falsifikasi.
Keterbukaan untuk diuji atau
falsifiabilitas sebagai tolok ukur mempunyai implikasi bahwa ilmu pengetahuan
dapat berkembang dan selalu dapat diperbaiki, dan pengetahuan yang tidak
terbuka untuk diuji tidak ada harapan untuk berkembang, dan sifatnya biasanya
dogmatis serta tidak dapat digolongkan sebagai pengetahuan ilmiah.
Adapun bagan mengenai metode
falsifiabilitas yang dikemukankan oleh Popper dapat ditunjukkan sebagai berikut
:
Tahap 1: P1 – TT – EE – P2
Tahap 2: P2 – TT1 – EE1
– P3
Tahap … dst…..
Keterangan :
P1 : Permasalahan/ Problem Awal
TT : Tentative Theory
EE : Error Elimination
P2 : Problem baru
TT1 : Tentative theory ke dua
EE1 : Error Elimination ke dua
P3 : Problem baru
Dari bagan ini terlihat bahwa ilmu
pengetahuan terus berkembang mengikuti alur diatas dan penjelasan ini akan
lebih jelas lagi dengan menyimak penjelasn yang berikut.
Proses
Pengembangan Pengetahuan Ilmiah
Popper menekankan bahwa pengalaman
merupakan unsur yang paling menentukan dan pengalaman tidak mengenai sesuatu
yang berdiri sendiri yang dapat dipakai sebagai tolok ukur atau batu uji mutlak
buat pembuktian atau embenaran suatu teori atay pernyataan, melainkan mengenai
cara menguji, atau metode penelitian itu sendiri. Jadi Popper mengatakan bahwa
pengalaman saman dengan pengujian dan pengujian sama dengan metode penelitian.
Popper juga mengungkapkan adanya
tahap-tahap pengembangan pengetahuan ilmiah, yaitu tahap 1, Penemuan
masalah, ilmu pengetahuan mulai dari satu masalah yang bermula dari
suatu penyimpangan, dan penyimpangan ini mengakibatkan orang terpaksa
mempertanyakan keabsahan perkiraan itu dan ini merupakan masalah pengetahuan. Tahap
2, Pembuatan Teori, langkah selanjutnya adalah merumuskan suatu Teori
sebagai jawabannya yang merupakan hasil daya cipta pikiran manusia dan sifatnya
percobaan atau terkaan. Teori sifatnya lebih abstrak dari masalah. Tahap
3, Perumusan ramalan atau hipotesis, Teori selanjutnya digunakan untuk
menurunkan ramalan atau hipotesis spesifik secara deduktif dan ini ditujukan
kepada kenyataan empiris tertentu. Tahap 4, Pengujuan ramalan atau
hipotesis, selanjutnya hipotesis diuji melalui pengamatan dan
eksperimen tujuannya adalah mengumpulkan keterangan empiris dan menunjukkan
ketidakbenarannya. Tahap 5, Penilaian hasil, tujuan menilai benar
tidaknya suatu teori oleh Popper dinamakan pernyataan dasar yang menggambarkan
hasil pengujian. Pernyataan dasar ini memainkan peranan khusus yaitu pernyataan
yang bertentangan dengan teori, dan ini semacam petunjuk ketidakbenaran
potensial dari teori yang ada. Dalam tahap ke 5 ini terdapat dua kemungkinan, pertama,
teori ini diterima sehingga tidak berhasil ditunjukkan ketidakbenarannya dan
untuk sementara teori ini dapat dikategorikan sebagai pengetahuan ilmiah sampai
pada suatus aat dapat dirobohkan dengan menyusun suatu pengujian yang lebih
cermat. Kemungkinan kedua, adalah teori ini ditolak sehingga terbukti
bahwa ketidakbenarannya dan konsekuensinya muncul masalah baru dan harus segera
dibentuk teori baru untuk mengatasinya. Tahap 6, Pembuatan Teori Baru,
dengan ditolaknya teori lama maka muncullah masalah baru yang membutuhkan teori
baru untuk mengatsinya dan sifat dari teori ini tetap abstrak dan merupakan
perkiraan atau dugaan sehingga merupakan suatu percobaan yang harus tetap
diuji.
Dari penjelasan diatas bahwa untuk
mengembangkan pengetahuan ilmiah tentunya manusia tidka akan lepas dari
kegiatan percobaan, kesalahan, terkaan dan penolakan yang silih berganti dan
menurut Popper teori adalah unsur tetap dalam evolusi manusia dan teori pula
adalah unsur rasio dan bagian dari pembawaan manusia.
Menurut Popper filsafat ilmu
pengetahuan tidak lain merupakan suatu pengujian untuk memberikan alasan atau
argumentasi untuk memilih teori satu dan membuang teori yang lain dan bukan
mengenai pembenaran suatu teori. Dan apa yang dapat dibuat tidak lain hanya
mengadakan pilihan rasional dalam keputusan tentang suatu pernyataan. Filsafat
ilmu pengetahuan hanya dapat berbicara tentang pengetahuan dalam arti kata
produksi, sedangkan masalah bagaimana pengetahuan itu dihasilkan atau ditemukan
tidak bisa menjadi pokok pembicaraan oleh karena meliputi “intuisi kreatif”
yang tidak terbuka untuk ditelaah.
Apa yang dimaksud oleh Popper
Rasionalisme Kritis adalah memberikan kebebasan pada manusia untuk berfikir
penuh kepada manusia. Pikiran manusia merupakan percobaan atau terkaan belaka.
Untuk memperbaiki nasibnya manusia dituntut mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan
cara mengungkapkan kesalahan-kesalahan yang tersimpan dalam pikirannya sendiri.
Teori disatu pihak hanyalah alat untuk mencapai pikiran yang lain dan lebih
tepat. Teori pada hakekatnya merupakan jalan menuju fakta-fakta baru. Tugas
Ilmuwan menurut Popper adalah membebaskan manusia dari terkaan dan ia dituntut
untuk berkarya dan menciptakan fakta barusehingga dengan cara ini manusia dapat
dibebaskan dari cengkraman kesalahan.
Kritik
terhadap Popper
Kritik pertama disampaikan oleh Thomas
Kunt ia melihat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan itu dilihat dari masa
lalu dan jika demikian maka apa yang diungkapkan oleh Popper tidak sesuai. Kunt
mengungkapkan bahwa perkembang ilmu pengetahuan itu melalui 2 tahapan, yaitu
tahap normal dan tahap revolusi.
Tahap normal ditandai dengan
kesepahaman dikalangan ilmuwan tentang permasalahan yang pantas diteliti maupun
syarat0syarat yang harus dipenuhi supaya hasil penelitian dapat diterima.
Dengan adanya kesepakatan ini maka metode yang digunakannya pun berdasarkan kesepakatan.
Karena ada kesepakatan diantara ilmuwan maka setiap fakta baru yang muncul akan
segera diketahui keberadaannya. Namun ketika f\suatu fakta baru muncul dan
dianggap menyimpang karena tidak dapat diteliti dengan menggunakan paradigman
yang dianut, maka tidaks egera mengganti paradigma yang lama dengan yang baru
seperti apa yang dikatakan oleh Popper tetapi semua ilmuwan itu mencoba
berdialog dan membicarakan hal ini guna menetapkan paradigman baru yang akan
dipakai, dan jika pada perbincangan itu tidak bisa dijelaskan tentang fakta
yang baru ini maka barulah keabsahan yang menyimpang mulai diakui dan timbul
akan paradigma baru. Dan ini merupakan permulaan dari tahap revolusi.
Ciri khas dari tahap revolusi adalah
tiadanya satu paradigma yang berperan sebagai titik orientasi yang tetap dan
juga jatuhnya syarat-syarat yang dianggap harus dipenuhi untuk suatu
penelitian, atau menurut Kunt dinamakan Anomali. Dengan demikian maka
penjelasan untuk pengertian paradigma dan perkembangan ilmu pengetahuan yang menyertainya
harus bersifat sosiologis.
Kritik kedua dilontarkan oleh Winch,
ia mengatakan bahwa asumsi dasar Popper tentang tujuan ilmu pengetahuan
tidaklah benar karena tujuan ilmu pengetahuan adalah mengembangkan ilmu
pengetahuan berkesatuan (Einheitswissenschaft), dan menurut Winch antara
ilmu alam dan ilmu sosial terdapat perbedaan yang mendasar sehingga kenyataan
yang ingin dideskripsikan dan dijelaskan oleh ilmu sosial menunjukkan sifat
lain dari ilmu alam sehingga tidak dapat dijelaskan dengan hukum-hukum abstrak
dan universal. Ilmu sosial umumnya bertugas memberikan interpretasi, yakni
harus menerangkan “pengertian” konsep yang berkaitan dengan kelakuan manusia
dan metode yang paling cocok untuk itu harus bersifat interpretatif dan
berdasarkan apa yang lazim dinamakan “verstehen”. Asas filsafat ilmu
pengetahuan yang mendasari ilmu alam tidak dapat dianggap berlaku untuk
ilmu-ilmu sosial.
Daftar
Pustaka
Taryadi, Alfons, Epistemologi
Pemecahan Masalah : Menurut Karl R. Popper, PT. Gramedia, Jakarta, 1989
Wuisman, J.J.J.M, Penelitian
Ilmu-ilmu Sosial, jilid 1, Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta, 1996
Sumber: http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/03/31/karl-raimund-popper/,di
akses 2 november 2011